Lonceng Diplomatik Sultan Cakraadiningrat Hilang, Agus Suryoadikusumo: Ini Luka Simbolik Bagi Madura
Redaksi - Sunday, 12 October 2025 | 06:24 PM


salsabilafm.com – Salah satu artefak penting yang hilang dari Museum Cakraningrat Bangkalan adalah lonceng kuno bersejarah yang sarat makna diplomatik. Lonceng tersebut bukan sekadar benda antik, melainkan simbol hubungan politik dan kehormatan antara Sultan Cakraadiningrat dengan Kerajaan Belanda pada masa kolonial.
Lonceng ini dibuat untuk memperingati penghargaan besar yang diterima Sultan Cakraadiningrat dari Raja Belanda berupa medali kehormatan Ridder Orde (Commander Ship Medal).
Penganugerahan itu berlangsung sembilan tahun sebelum pembuatan lonceng tersebut dan menjadi tanda pengakuan politik atas posisi strategis Madura di mata pemerintahan Hindia Belanda.
Menurut catatan sejarah, penghargaan itu merupakan bagian dari upaya Sultan Cakraadiningrat untuk menegaskan otonomi dan martabatnya di tengah tekanan kolonial. Sebabnya, lonceng tersebut memiliki nilai diplomatik dan simbolis yang sangat tinggi, menandai perjuangan politik Madura dalam memperkuat eksistensinya di masa penjajahan.
“Lonceng itu adalah monumen kehormatan Madura. Ia melambangkan kecerdasan diplomasi leluhur kita dalam menjaga martabat di hadapan kekuasaan asing,” kata RM. Agus Suryoadikusumo, Pemangku Adat Dinasti Madura, Sabtu (11/10/2025).
Hilangnya artefak ini, lanjut Agus, bukan hanya merugikan secara historis, tetapi juga menghapus sebagian memori kolektif masyarakat tentang perjuangan dan kejayaan Sultan Cakraadiningrat.
“Ini luka simbolik bagi Madura. Lonceng itu saksi perjuangan politik yang menandai betapa tingginya martabat para leluhur kita,” ujarnya.
Kasus pencurian dua artefak ini telah dilaporkan kepada Polres Bangkalan dengan nomor laporan STTLPM/443/Satreskrim/VIII/2025/SPKT/Polres Bangkalan. Polisi menduga kuat adanya unsur pencurian terencana dan kini tengah melakukan penyelidikan mendalam.
Agus Suryoadikusumo juga menyinggung adanya indikasi keterlibatan orang dalam dalam insiden ini.
“Jika benar demikian, ini adalah pengkhianatan terhadap amanah budaya,” tegasnya.
Agus meminta agar kasus ini menjadi pelajaran bagi seluruh lembaga pelestari sejarah di Indonesia.
Dinasti Madura menegaskan, pelestarian warisan budaya harus diperkuat dengan pengawasan, teknologi keamanan, dan rasa tanggung jawab kolektif.
“Warisan leluhur bukan sekadar benda, melainkan jati diri bangsa, jika kita lalai, maka yang hilang bukan hanya artefak, tetapi juga harga diri kita sebagai pewaris sejarah,” pungkasnya.(*)
Next News

Influencer Anas dan Adel Cabut Laporan Pencemaran Nama Baik, Kasus Berakhir Damai
a day ago

Gegara Akreditasi, 30 PAUD di Sampang Ditutup dan Insentif Guru Disetop
a day ago

Peringati Hari Jadi ke-402, Puluhan Raja Nusantara se-Indonesia Akan Hadir di Sampang
a day ago

Jelang Nataru, 300 Bus AKAP-AKDP di Terminal Sumenep Dicek Kelayakan
2 days ago

294 Personel Disiagakan untuk Pengamanan Nataru di Pamekasan
2 days ago

Genjot Swasembada Pangan, Pemkab Sampang Kucurkan Rp581 Juta untuk Pengadaan Alsintan
2 days ago

Target Terlalu Tinggi, Capaian PAD Parkir Sampang 2025 Terancam Meleset
2 days ago

Arab Saudi Larang Ambil Foto, Selfie dan Video di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi
10 days ago

Siaga Bencana, BPBD Pamekasan Dirikan Pos Terpadu Hidrometeorologi
10 days ago

Kiai Widadi Rahim Terpilih Sebagai Ketua PCNU Sumenep 2025-2030
10 days ago
