Disnaker Sampang Terima Hibah Mobil Daihatsu Xenia dari Kemenaker RI

0

salsabilafm.com – Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Sampang menerima mobil Daihatsu Xenia sebagai hibah dari Kementerian Ketenagakerjaan pada awal Agustus 2025 kemarin. Bantuan ini diharapkan dapat meningkatkan efektivitas operasional dinas dalam menjalankan tugas dan fungsinya.

Kepala Bidang Pelatihan dan Hubungan Industrial Disnaker Sampang R. Ervien Budijatmiko mengatakan, mobil tersebut didapatkan dari pengajuan 2024 dan baru dikabulkan pada 2025.

“Mobil itu rencananya akan digunakan untuk pelatihan yang dilaksanakan oleh Disnaker setiap tahun sebagai media praktik,” katanya, Sabtu (6/9/2025).

Dia mengungkapkan, pihaknya mengupayakan mobil tersebut bisa dipakai pada saat pelatihan 2025. Namun, ternyata tidak bisa dipakai. Pihaknya berharap, mobil ini nantinya bisa digunakan sebagaimana mestinya dan betul-betul bisa dimanfaatkan oleh Disnaker Sampang.

“Seandainya datang awal tahun mungkin bisa dijadikan media praktik tahun ini. Insyaallah kalau tahun depan mobil itu akan dipakai,” pungkasnya. (Mukrim)

Gerhana Bulan Total 7-8 September, Kemenag Imbau Umat Islam Laksanakan Salat Khusuf

salsabilafm.com – Fenomena langit istimewa akan terjadi pada Minggu (7/9/2025) malam hingga Senin (8/9/2025) dini hari. Gerhana Bulan Total diprediksi bisa disaksikan di seluruh wilayah Indonesia.

Kementerian Agama (Kemenag). Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Abu Rokhmad, menjelaskan, berdasarkan data astronomi, gerhana akan bisa diamati di seluruh wilayah Indonesia.

Fase gerhana menurut Kemenag:

Gerhana Sebagian mulai: 23.27 WIB (00.27 WITA/01.27 WIT)
Gerhana Total mulai: 00.31 WIB (01.31 WITA/02.31 WIT)
Puncak Gerhana: 01.11 WIB (02.11 WITA/03.11 WIT)
Gerhana Total berakhir: 01.52 WIB (02.52 WITA/03.52 WIT)
Seluruh rangkaian berakhir: 02.56 WIB (03.56 WITA/04.56 WIT)

Abu Rokhmad berharap umat Islam menjadikan peristiwa ini sebagai momentum refleksi spiritual.

“Gerhana bulan ini menjadi kesempatan untuk memperkuat ukhuwah, memperbanyak zikir, istigfar, dan doa bersama demi keselamatan bangsa,” ujarnya. (*)

DPR Jawab 17+8 Tuntutan Rakyat, Ini Penjelasannya

salsabilafm.com – DPR RI akhirnya merespons 17+8 Tuntutan Rakyat yang digemakan masyarakat dalam aksi demonstrasi pada akhir Agustus 2025.

Melalui konferensi pers pada Jumat (5/9/2025), pimpinan DPR menyampaikan hasil rapat konsultasi dengan pimpinan fraksi-fraksi yang digelar sehari sebelumnya.

Sejumlah keputusan penting dihasilkan, mulai dari penghentian tunjangan perumahan hingga pemangkasan fasilitas anggota DPR.

Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menegaskan, DPR sepakat menghentikan pemberian tunjangan perumahan anggota terhitung 31 Agustus 2025. Selain itu, DPR juga memutuskan moratorium kunjungan kerja ke luar negeri per 1 September 2025, kecuali untuk undangan kenegaraan.

“Selain tunjangan perumahan, sejumlah fasilitas seperti biaya listrik, telepon, komunikasi intensif, hingga tunjangan transportasi juga dipangkas,” ujar Dasco.

Dasco juga mengumumkan bahwa anggota DPR yang dinonaktifkan partai politik tidak lagi menerima hak keuangannya. Mereka antara lain Adies Kadir (Golkar), Eko Patrio dan Uya Kuya (PAN), serta Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach (NasDem). Tindak lanjut penonaktifan tersebut akan dikawal Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) bersama mahkamah partai masing-masing.

Selain itu, DPR berkomitmen memperkuat transparansi dan partisipasi publik dalam setiap proses legislasi. Dasco menyebut, reformasi internal DPR akan dipimpin langsung oleh Ketua DPR Puan Maharani.

Adapun rapat konsultasi juga menetapkan besaran gaji dan tunjangan baru atau take home pay anggota DPR sebesar Rp65.595.730 per bulan mulai September 2025. Jumlah tersebut sudah dipotong pajak penghasilan (PPh) 15 persen, setelah tunjangan rumah sebesar Rp50 juta dihentikan pada akhir Agustus lalu. (*)

Konser Dewa 19 All Stars 2.0 Siap Digelar Nanti Malam di GBK

0

salsabilafm.com – Konser Dewa 19 featuring All Stars 2.0 akan digelar di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK) hari ini, Sabtu (6/9/2025). Konser spektakuler ini akan dimulai nanti malam pada pukul 19.30 Wib.

Pada konser Dewa 19 featuring All Stars 2.0 ini Dewa 19 akan berkolaborasi dengan sejumlah musisi rock legendaris dunia. Di antaranya, Eric Martin dan Billy Sheehan (Mr. Big), Gary Cherone (Extreme), Dino Jelusick (eks-Whitesnake), Steve Vai (eks-Frank Zappa, Alcatrazz, David Lee Roth, Whitesnake), Derek Sherinian (eks-Dream Theater), serta Ron “Bumblefoot” Thal (eks-Guns N’ Roses).

Sementara Dewa 19 akan membawa tiga vokalis featuringnya yakni Ari Lasso, Virzha, dan Marcello Tahitoe alias Ello.

CMO PT Mega Bintang Investama, Leonard Darmawan, selaku sponsor mengatakan jumlah lagu ini bertambah dari sebelumnya. Konser nanti malam, Dewa 19 akan membawakan lebih dari 30 lagu.

“Jumlah lagu yang dibawakan Mas Dhani juga bertambah dibandingkan tahun lalu. Mungkin sekitar 38-39 lagu,” kata Leonard.

Demi menjaga kenyamanan dan keamanan, konser Dewa 19 featuring All Stars 2.0 akan dimajukan setengah jam lebih awal.

Acara akan dimulai pukul 19.30 WIB agar penonton bisa dibubarkan pukul 22.00 WIB. (*)

PCNU Pamekasan Imbau Warga Jaga Kondusifitas dan Hindari Anarkis

0

salsabilafm.com – Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Pamekasan mengimbau masyarakat, khususnya warga nahdliyin untuk menjaga ketertiban dan keamanan menyikapi meningkatnya aksi unjuk rasa belakangan ini.

Pj Ketua PCNU Pamekasan, Kiai Haji Muchlis Nasir mengatakan, pihaknya juga mengajak masyarakat untuk bersama-sama menjaga kondusifitas dengan menghindari anarkisme dan hal-hal lain yang dapat merugikan diri sendiri maupun orang lain.

Menurut dia, menyampaikan pendapat di muka umum dilindungi undang-undang. Artinya, demonstrasi diperbolehkan selama mengikuti ketentuan hukum.

“Jangan sampai terjadi anarkisme, pengrusakan, pembakaran, apalagi hal-hal yang merusak fasilitas umum,” ucapnya, Kamis (4/9/2025).

Kiai Muchlis juga mengajak seluruh warga nahdliyin supaya meningkatkan istigasah, memanjatkan doa memohon perlindungan Allah SWT, agar Negara Kesatuan Republik Indonesia dijadikan negara yang aman dan damai. (*)

BOR X Vol 1, Event untuk Mengenalkan Potensi Desa dan Wisata Bangkalan

0

salsabilafm.com – Pemerintah Kabupaten Bangkalan bersama komunitas offroader menggelar ajang bertajuk Bangkalan Offroad Xpedition (BOR X) Vol. 1 dengan tema “Explore the Land of Cakraningrat”.

Kegiatan perdana ini menjadi magnet baru bagi pecinta offroad sekaligus sarana memperkenalkan potensi wisata dan desa-desa di Bangkalan kepada masyarakat luas.

Bupati Bangkalan Lukman Hakim mengatakan, kegiatan ini bukan sekadar ajang silaturahmi pecinta offroad. “Tujuan utama kami adalah untuk memperkenalkan bumi Madura, khususnya Kabupaten Bangkalan, kepada masyarakat luas,” ujarnya.

Menurutnya, Bangkalan memiliki banyak potensi yang patut dikenal lebih jauh. Melalui rangkaian jalur lintas desa yang ditempuh peserta offroad, berbagai potensi di setiap desa dapat terekspos secara langsung. “Alhamdulillah, pada event perdana ini banyak peserta yang datang dari luar daerah, bahkan dari luar pulau seperti Kalimantan,” tambahnya.

Tak hanya memacu adrenalin, BOR X juga dikemas dengan kegiatan sosial berupa pemeriksaan kesehatan gratis dan pembagian sembako di jalur yang dilintasi peserta. “Kami ingin offroad ini tidak hanya menjadi ajang sport tourism, tetapi juga membawa dampak positif bagi masyarakat di sekitar lintasan,” kata Bupati.

Event Offroad juga akan menjadi salah satu kalender rutin event Bangkalan sebagai strategi untuk mendorong sport tourism serta memperkuat citra Bangkalan sebagai destinasi wisata dan menarik minat kunjungan wisatawan ke Bangkalan.(*)

13 Kebakaran Terjadi di Pamekasan Selama Musim Kemarau Tahun Ini

0

salsabilafm.com – Sebanyak 13 peristiwa kebakaran terjadi di kabupaten Pamekasan, selama musim kemarau tahun ini khususnya dalam tiga bulan terakhir.

“Terhitung sejak Juli hingga awal September 2025, total data kebakaran di Pamekasan, tercatat sebanyak 13 kejadian,” kata Kasi Ops Damkar Satpol-PP dan Damkar Pamekasan, Zainuddin, Jum’at (5/9/2025).

Peristiwa kebakaran tersebut terjadi di empat kecamatan berbeda di Pamekasan, khususnya di wilayah selatan Pamekasan. “13 titik kebakaran tersebar di empat kecamatan berbeda, yakni di kecamatan Larangan, Pademawu, Pamekasan (Kota), dan Proppo,” ungkapnya.

Menurut dia, dalam rentang waktu tersebut, titik kebakaran sebagian besar menimpa lahan kosong yang mudah terbakar akibat kondisi kering berkepanjangan. “Tapi ada satu unit bilik kosong berukuran 4×6 berisi barang dan buku juga tertimpa kebakaran di Pamekasan,” terang Zainuddin.

Dengan adanya peristiwa tersebut, pihaknya mengimbau masyarakat, agar selalu berhati-hati terhadap berbagai jenis bencana, termasuk kebakaran. Tak hanya itu, dia juga minta warga mawas diri dan melakukan berbagai langkah antisipatif untuk menghindari peristiwa kebakaran.

“Karena bagaimanapun yang namanya kebakaran tidak memandang musim, apakah itu musim penghujan ataupun musim kemarau. Sehingga kita harus selalu waspada agar terhindar dari peristiwa ini,” pungkasnya.(*)

Sampang Berduka, Kiai Muhaimin Abd Bari Meninggal Dunia

0

salsabilafm.com – KH. Abd Muhaimin Abd. Bari meninggal dunia pada Kamis malam (4/9/2025) sekitar pukul 23.10 di Rumah Sakit Qonaah Sampang. Kepergian salah satu kiai khos ini menyisakan duka mendalam bagi warga Sampang.

Pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) Darut Tauhid, Injelan, Sampang, Jawa Timur itu sempat mengalami pengobatan di RS Qonaah beberapa hari. Kondisi kesehatan mantan Ketua PCNU Sampang tersebut dikabarkan kritis sejak Kamis sore.

Kabar duka tersebut juga disampaikan secara resmi oleh akun official Instagram Ponpes Darut Tauhid, Injelan Sampang.

“Innalillahi wainnailaihi rojiun. Semoga Allah SWT menerima segala amal ibadah dan mengampuni segala kekhilafan beliau dan husnul khotimah, semoga keluarga dan santri-santrinya yang ditinggalkan diberikan ketabahan dan kekuatan lahir batin amin,” tulis akun @daruttauhidinjelan.

Kiai Muhaimin, panggilan akrabnya, dikenal sebagai ulama yang selalu aktif dalam berbagai kegiatan sosial keagamaan. Saat ini menjabat wakil Rais Syuriyah PCNU Sampang.

Bendahara PCNU Sampang, Mas’udi Kholili, mengatakan, almarhum sangat aktif di NU. Bahkan, menjadi Ketua Tanfidziyah PCNU Sampang dua periode, yakni 2007-2012 dan 2013-2018.

“Insyallah akan dikuburkan hari ini sekitar pukul 09.00 WIB,” kata Mas’udi, Jumat (5/9/2025). (*)

Kambing Hitam

0

Oleh: Faisol Ramdhoni

Teringat obrolan dengan seorang kiai di ujung Madura. Beliau senyumnya tipis, suaranya pelan, tapi menembus jauh ke telinga hati. Katanya, “Manusia itu mirip bocah kecil. Waktu anaknya jatuh pas belajar jalan, orang tua kita dulu sering marah-marah bukan ke anaknya, tapi ke tanah. ‘Dasar sakat! Sana pergi!’ sambil injak-injak tanah. Padahal tanah nggak salah apa-apa. Atau kadang yang jadi korban katak malang lewat di samping. Katak dituduh jadi penyebab jatuh, biar tangisan anak berhenti. Itu lho, sejak kecil kita sudah diajari bikin kambing hitam. Sampai dewasa kebiasaan itu nggak hilang.” 

Barangkali inilah penyakit bangsa Indoensia ini. Bangsa yang kerap membutuhkan kambing hitam. Bangsa yang tidak berani menjadi tuan atas kesalahan sendiri. Manusia yang sulit sekali berhadapan dengan dirinya sendiri.

Ungkapan “kambing hitam” memang bukan milik kita semata. Ia lahir dari sebuah ritual kuno, Yom Kippur, Hari Pendamaian bangsa Israel ribuan tahun lalu. Dua ekor kambing dipilih. Yang satu disembelih untuk Tuhan, yang satu lagi dipanggulinya seluruh dosa umat lalu dilepas ke padang gurun. Ia disebut “ez la’azazel.” Kambing itu berjalan menjauh, membawa seluruh kotoran moral bangsa. Dan orang-orang merasa lega. Seakan-akan dengan mengusir seekor kambing, hidup mereka kembali suci.

Tetapi yang menarik, dalam ritual aslinya, tak ada syarat bahwa kambing itu harus hitam. Hitam baru ditambahkan belakangan, mungkin karena manusia sejak lama terlalu suka mengaitkan warna gelap dengan nasib buruk. Padahal dosa bukanlah persoalan warna, melainkan keberanian menatap diri.

René Girard, filsuf asal Prancis, menyebutnya mekanisme scapegoat. Masyarakat butuh kambing hitam agar kekacauan mereda. Darah atau penderitaan satu pihak dianggap cukup untuk menenangkan badai. Orang yang dipilih sering kali lemah, minoritas, atau berbeda. Ia tidak salah, tapi ia paling mudah dikorbankan. Dan setelah itu, orang-orang bisa tidur nyenyak.

Di politik, kambing hitam sudah seperti lauk harian. Jika pemerintah gagal, oposisi yang salah. Jika oposisi bersuara, rakyat dianggap terprovokasi. Jika rakyat marah, tuduhannya: ada negara asing ikut bermain. Padahal mungkin yang gagal adalah cara kita mengatur dapur sendiri.

Bukankah itu yang terjadi di negeri kita? Mei 1998, sejarah mengajarkan betapa etnis Tionghoa dijadikan korban. Mereka dituding sebagai biang krisis, padahal kerusakan terjadi karena sistem ekonomi dan politik yang rapuh. Puluhan tahun kemudian, di 2025, kita masih mendengar lagu lama: “ada campur tangan asing, ada skenario global.” Ah, berapa kali bangsa ini mau terus melempar batu ke bayangan sendiri?

Kini, dua puluh tujuh tahun setelahnya, republik ini kembali ramai demonstrasi hingga berujung rusuh dan membara. Apa komentar pejabat? Sama saja. “Ada dalang asing.” “Ada pihak yang ingin memecah belah.” Ucapan yang sama, lagu lama yang tak kunjung usang.

Padahal yang nyata adalah harga kebutuhan naik, lapangan kerja sempit, anak muda kehilangan harapan.Tapi semua itu tidak ditatap. Kita lebih suka menyalahkan bayangan.

Lalu, demi menguatkan narasi “ada pihak asing” itu, digelandanglah beberapa orang yang dianggap pantas dijadikan contoh, ditangkap, dipamerkan di layar kaca, seolah-olah semesta sedang menandatangani kebenaran tuduhan.

Padahal semua orang tahu, yang dikejar bukan kebenaran, melainkan rasa lega semu. Bahwa kambing hitam itu benar-benar ada—bukan karena ia bersalah, tapi karena bangsa ini masih gemar membangun panggung sandiwara di atas punggung orang-orang yang lemah.

Dan yang lebih memilukan, rakyat pun ikut menonton dengan tenang, seakan-akan drama itu sungguh-sungguh fakta, padahal yang sedang berlangsung hanyalah upacara pengalihan. Kita bertepuk tangan, tapi yang retak justru cermin kita sendiri. Kita beramai-ramai menyalahkan “orang lain”, tapi sesungguhnya yang kita khianati adalah kesempatan untuk menjadi bangsa yang berani jujur pada dirinya sendiri.

Begitulah kambing hitam bekerja: ia menjadi tumbal. Ia menenangkan amarah, tapi tidak menyelesaikan masalah.

Girard menyebut, mekanisme kambing hitam adalah penipuan sosial yang diwariskan turun-temurun. Kita seperti orang yang marah pada bayangan sendiri. Menyalahkan sesuatu di luar agar tidak perlu menanggung kenyataan di dalam.

Sejatinya, keberanian terbesar bangsa—dan juga pribadi—adalah mengakui kegagalan. Mengaku salah bukan kehinaan. Justru dengan mengaku salah, kita punya kesempatan untuk belajar. Tetapi bangsa ini terlalu sering sibuk mencari kambing, sehingga tak sempat memperbaiki diri.

Kambing hitam adalah simbol kemalasan spiritual. Ia adalah jalan pintas agar kita tidak perlu menghadapi kenyataan. Tetapi jalan pintas itu menipu. Kita mengira masalah selesai, padahal hanya ditunda. Kita mengira hati lega, padahal luka semakin dalam.

Kalau bangsa ini ingin dewasa, ia harus berani melepaskan kambing hitam. Kita harus belajar menatap wajah sendiri di cermin. Kita harus belajar berkata, “iya, ini salah kita.” Dan setelah itu, belajar memperbaiki dengan hati yang jernih.

Maka mari kita berhenti mencari kambing. Mari kita belajar mengaku salah. Mari kita berani dewasa. Karena hanya bangsa yang berani menghadapi kenyataanlah yang bisa tumbuh menjadi bangsa yang bermartabat.

Kalau tidak, kita akan terus hidup dalam lingkaran kambing hitam. Seperti orang yang berkelahi dengan bayangan sendiri. Berteriak, menuding, melempar batu—padahal yang pecah hanya cermin kita sendiri.

Dan kita pun lupa, bahwa yang sesungguhnya sedang kita rusak bukan kambing, bukan orang lain, melainkan wajah kita sendiri

Kyai Muhaimin: Cahaya yang Pulang ke Keabadian

0

Oleh : Faisol Ramdhoni

Ada jenis manusia yang hidupnya tak pernah ramai di panggung, tak pernah meminta sorot lampu, namun diam-diam justru menjadi sumber cahaya bagi begitu banyak orang. Orang-orang seperti ini, meski langkahnya perlahan, meski pakaiannya sederhana, meski suaranya tidak lantang kecuali ketika membela kebenaran, justru dialah yang meninggalkan gema paling panjang di hati manusia. Kyai Muhaimin adalah salah satu dari mereka.

Di tanah Sampang yang keras, yang tanahnya menyimpan sejarah pertarungan batin, yang budayanya menjunjung tinggi wibawa dan kehormatan, hadir seorang kyai yang memilih jalur sepi: sederhana, apa adanya, tapi berprinsip teguh. Ia tidak mendirikan tembok tinggi agar terlihat besar, melainkan membangun jembatan sunyi agar hati-hati yang gersang bisa menemukan teduh.

Saya masih mengingat dengan jelas, tahun 2014. Kami, anak-anak muda NU Sampang, yang waktu itu mungkin lebih sering merasa pintar daripada bijak, mengambil langkah politik yang berbeda dengan mayoritas para kyai. Dalam suasana yang penuh gejolak, Kyai Muhaimin—yang kala itu menjabat Ketua PCNU Sampang—tidak marah, tidak pula menghardik. Ia justru menghubungi kami satu per satu. Ia panggil kami ke kediamannya, tanpa protokol yang ribet, tanpa pengawal yang mengintimidasi.

Dan di ruang sederhana itu, dengan wajah yang teduh, ia berkata, “Tidak apa-apa beda pilihan. Itu hak kalian. Tapi jangan terlalu vulgar di depan publik. Jangan sampai masyarakat berpikir NU pecah, jangan sampai ada asumsi santri melawan kyai.”

Kalimat itu sederhana. Tapi bagi kami yang muda, ia terasa seperti petir yang menyambar kesadaran. Kami merasa gagah berani, padahal sesungguhnya kami ceroboh. Kami lupa bahwa keberanian tanpa kearifan hanya melahirkan luka. Dan Kyai Muhaimin, tanpa bentakan, tanpa celaan, justru mengajari kami bagaimana menjaga marwah NU, menjaga harmoni sosial, menjaga agar persaudaraan tetap lebih besar daripada sekadar pilihan politik.

Sejak itu saya tahu, Kyai Muhaimin bukan hanya guru agama, ia adalah guru kehidupan.

Dalam politik, beliau bukan kyai yang gampang tergoda. Jika sudah memutuskan sesuatu, ia tegak lurus, tidak menoleh kanan kiri. Dukungan baginya bukan transaksi, melainkan amanah. Dan lebih dari itu, ia tak pernah membiarkan muridnya menempuh jalan yang kotor. Pernah ada seorang santrinya maju menjadi caleg DPRD. Di tengah hiruk-pikuk praktik politik uang, Kyai Muhaimin dengan tegas melarang: “Jangan bermain uang. Jangan rusak martabat perjuangan dengan membeli suara.”

Ketegasan itu membuat saya sering teringat pada kisah Umar bin Khattab. Bukan karena suaranya yang lantang saja, tetapi karena keberanian moralnya: tidak kompromi dengan kebatilan, tidak bernegosiasi dengan kemungkaran. Jika ada ketidakadilan, beliau berdiri di garda depan, meski harus menanggung resiko sendirian.

Dan semua itu ia lakukan bukan untuk dirinya. Bukan untuk memperluas pengaruh, bukan untuk menambah pengikut. Semuanya demi NU, demi masyarakat, demi menjaga agar kebenaran tidak menjadi barang langka di tengah gemerlap dunia.

Saya juga masih menyimpan kenangan kecil, di 2012, saat menjadi guru IPA di ruang kelas madrasah yang ia asuh. Di pesantren beliau, para santri Tsanawiyah yang masih belia, sudah begitu fasih membuka kitab kuning ketika berdiskusi tentang teori-teori biologi. Bayangkan, anak-anak seusia itu mampu mengaitkan sains modern dengan literatur klasik. Itu bukan perkara remeh. Itu pertanda bahwa metode pengajaran Kyai Muhaimin telah berhasil melahirkan kader-kader muda yang kokoh dalam tradisi sekaligus terbuka pada pengetahuan baru.

Maka saya paham, mengapa banyak orang merasa kehilangan hari ini. Sebab seorang guru bukan hanya yang mengajar dengan buku, tetapi yang menyalakan api semangat dalam jiwa muridnya. Dan api itu kini seakan meredup, karena sumbernya telah dipanggil pulang.

Beberapa tahun terakhir, kesehatan Kyai Muhaimin menurun. Tubuhnya ringkih, tapi semangatnya tidak pernah surut. Ia masih hadir di acara-acara NU, meski dengan langkah tertatih. Ia masih menulis amalan dan nasihat di lembaran kertas, lalu menggandakan dengan fotokopi, dan membagikannya pada pengurus, kader muda, bahkan hingga instansi pemerintah. Saya membayangkan, tangan beliau yang mungkin gemetar karena sakit, tetap menulis dengan sabar: satu kata demi satu kata, seakan ingin memastikan bahwa nasihat itu tidak hilang ditelan angin, bahwa meski jasadnya kelak rapuh, pesan-pesannya akan terus hidup.

Dan malam itu, tepat di malam kelahiran sang Baginda Rasulullah, Kamis 04 September 2025/ 12 Rabiul Awal 1447 H, sekitar pukul 23.10 WIB, di Rumah Sakit Qona’ah Sampang, cahaya itu akhirnya padam dari mata kita. Kyai Muhaimin wafat, setelah sekian lama berjuang melawan sakit. Kabar itu menyebar cepat, menusuk hati, seakan satu bagian dari rumah besar NU di Sampang runtuh seketika.


Bagi saya, kehilangan bukan sekadar tak bisa melihat wajah atau mendengar suara. Kehilangan adalah menyadari bahwa seseorang yang selama ini menjadi penopang, kini tak lagi bisa kita sandarkan secara fisik. Tapi kehilangan juga adalah ujian: apakah kita mampu menjaga api yang sudah dinyalakan oleh beliau, ataukah kita membiarkannya padam bersama kepergiannya.

Kyai Muhaimin mungkin sudah kembali ke pangkuan Sang Kekasih, tapi ketegasan, kesederhanaan, dan cintanya pada NU seharusnya tidak mati. Ia sudah menanamkan benih di hati kami, para murid-muridnya, kader-kader mudanya. Tugas kita kini adalah merawat benih itu, menjadikannya pohon rindang yang terus memberi teduh bagi masyarakat Sampang.

Kematian, bagi seorang pejuang seperti beliau, bukan akhir. Itu hanya perpindahan rumah, dari dunia yang sempit menuju keabadian yang luas. Yang benar-benar mati adalah jika kita melupakan teladan dan pesan-pesannya.

Hari ini, di jalan-jalan Sampang, mungkin masih ada orang yang terisak mengenang beliau. Di pesantren, mungkin ada anak-anak yang masih memegang lembaran fotokopi nasihatnya, membaca sambil berurai air mata. Di hati kami, para kader muda, rasa bersalah bercampur dengan rindu: kami pernah berbuat salah, tapi beliau tidak pernah meninggalkan kami.

Dan sekarang, justru beliau yang meninggalkan.Tetapi bukankah guru sejati tidak pernah benar-benar pergi? Ia hidup dalam doa yang terus dipanjatkan santri, dalam tradisi yang terus dijaga murid-murid, dalam keberanian untuk berkata benar meski sendirian. Selama itu semua ada, maka Kyai Muhaimin sesungguhnya masih bersama kita.

Selamat jalan, Kyai.
Engkau pulang dalam diam, namun tangismu menggema di hati kami. Engkau kembali ke rahmat Allah, namun jejakmu tetap akan menuntun langkah kami.

Sampang berduka, NU berduka, kami berduka. Tapi kami tahu, di sisi Allah engkau sedang tersenyum, karena telah menunaikan tugasmu di bumi dengan sebaik-baiknya.

Terima kasih, Kyai Muhaimin. Engkau telah mengajari kami arti kesederhanaan, arti ketegasan, arti cinta yang tulus. Kami tidak akan mampu menirumu seutuhnya, tapi kami berjanji akan mencoba menjaga warisanmu.

Dan semoga, kelak ketika kami pun dipanggil pulang, engkau menyambut kami di pintu surga, sambil berkata dengan senyum teduh yang sama: “Tidak apa-apa beda pilihan, yang penting jangan pecah.”