Pak Muzakki dan Suara-Suara dari Tambak

Spread the love

Oleh: Faisol Ramdhoni

salsabilafm.com – Suatu pagi yang basah oleh embun, tepatnya di sebuah desa kecil bernama Asem Nonggal, Jrengik, Sampang, ada seorang lelaki separuh baya, separuh basa, separuh dianggap dan separuh dilupakan. Namanya Pak Muzakki. Tak banyak orang menyebut namanya dalam pidato-pidato resmi atau dalam lembar-lembar rencana pembangunan desa. Tapi di langit yang tak pernah bohong, namanya sudah tercatat sebagai salah satu penjaga bumi.

Pak Muzakki bukan siapa-siapa. Ia hanya petani tambak biasa yang hidup dari lumpur dan asin air, dari desir angin laut dan nyanyian jangkrik senja. Tapi dalam diamnya, ia memulai sesuatu yang tak biasa. Ia menanam Glacilaria, sejenis rumput laut yang bahkan namanya saja masih terasa asing di lidah warga tambak. Tak ada selebrasi. Tak ada spanduk. Hanya tekad dan doa-doa pelan yang mengendap di jiwanya.

Lahan 2,5 hektare miliknya, yang dulu hanya dihuni bandeng dan udang, kini bersanding dengan Glacilaria. Dan seperti semua kebenaran di dunia ini, awalnya hanya disambut oleh keraguan. Banyak yang menganggap Pak Muzakki terlalu berdul, atau terlalu aneh. Tapi beliau tahu: terkadang, yang aneh itu justru membawa berkah.

Waktu berjalan, dan tanah bicara dengan caranya sendiri. Glacilaria itu tumbuh dengan subur. Tak hanya menjadi rumah bagi bandeng dan udang, tapi juga menjadi tambahan nafkah bagi keluarganya. Tak lama kemudian, yang dulu diragukan, kini dibanggakan. Glacilaria Pak Muzakki bahkan telah melanglang ke negeri-negeri jauh, lewat kapal ekspor yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya.

Namun kisah Pak Muzakki tak berhenti di situ. Karena baginya, rejeki bukan hanya soal pundi-pundi. Maka di musholla kecil di samping rumahnya, tempat wudhu bertemu peluh, tempat sujud bertemu rindu, ia mengajak petani lain duduk bersama. Sebulan sekali, mereka berkumpul. Tak ada guru, tak ada murid. Hanya saudara. Mereka saling cerita. Saling mendengar. Saling belajar. Tentang tambak, tentang Glacilaria, tentang hidup yang tak melulu untung-rugi.

Kalau para pemimpin mau duduk di musholla kecil itu bukan hanya secara jasad tapi juga dengan hati yang menyatu, mungkin mereka akan tahu bahwa pemberdayaan bukanlah proyek, tapi persaudaraan. Bahwa potensi desa bukan hanya angka statistik, tapi ruh yang tumbuh di dada-dada petani seperti Pak Muzakki.

Di dunia yang penuh gembar-gembor ini, kadang suara paling jujur datang dari tempat yang paling sunyi. Dari tambak sederhana, dari musholla mungil, dari seorang lelaki yang tak ingin dikenal, tapi memberi makna besar bagi desanya.

Dan jika kelak anak-anak kita bertanya, siapa yang memulai cahaya di Asem Nonggal? jawablah dengan rendah hati: seorang petani yang percaya bahwa perubahan besar dimulai dari keberanian kecil, dan bahwa ladang bisa menjadi surga, jika ditanami dengan cinta.


Spread the love

Related Articles

Latest Articles