salsabilafm.com – Suasana Desa Darma Tanjung, wilayah pesisir yang berada di Kabupaten Sampang dipenuhi lautan manusia. Mereka semangat dan antusias dalam menyambut Tradisi Petik Laut 2025, sebuah pesta rakyat tahunan yang menjadi wujud syukur para nelayan atas hasil laut sekaligus bentuk pelestarian budaya pesisir.
Tradisi Petik Laut ini telah digelar sebanyak empat kali sejak pertama kali dilaksanakan pada tahun 2021. Setelah sempat vakum pada 2024 karena pertimbangan politik agar tidak terjadi gesekan antarwarga, acara kembali digelar tahun ini dengan persiapan matang selama tiga bulan.
“Acara ini bukan sekadar budaya, tapi simbol kolaborasi antara nilai tradisi, agama, dan rasa kebersamaan warga pesisir,” kata Faisol, Selasa (7/10/2025) salah satu perwakilan panitia sekaligus tokoh pemuda Desa Darma Tanjung.
Faisol mengungkapkan, ratusan kapal mengiringi prosesi Larung Sesaji. Puncak acara digelar pada 7 Oktober 2025, dimulai sejak pukul 07.00 WIB hingga sekitar pukul 13.00 WIB. Ratusan kapal, baik besar maupun kecil, ikut mengiringi kapal utama yang membawa kitek (kapal sesaji) ke tengah laut.
Sebelumnya, para kapal berkumpul di titik dermaga dan bergerak ke arah timur, barat, lalu kembali ke timur hingga menuju laut lepas. Kapal sesaji berukuran sekitar 2,5 meter tersebut dilepas dan ditenggelamkan sebagai simbol persembahan kepada laut, berisi buah-buahan, hasil bumi, dan sesajen lainnya.
“Kami tidak menghitung pasti jumlah kapal, tapi hampir seluruh kapal nelayan yang ada di desa turun. Mungkin jumlahnya mencapai ratusan,” terangnya.
Dia menjelaskan, tradisi Petik Laut tahun ini berlangsung selama tiga hari, dari tanggal 5 hingga 7 Oktober 2025, meskipun kemeriahannya sudah terasa sejak 30 September melalui berbagai kegiatan sosial, keagamaan, hingga pertunjukan seni.
Usai larung sesaji, acara dilanjutkan dengan panggung musik rakyat dan pertunjukan budaya di Lapangan Desa Darma Tanjung. Kegiatan ini menjadi ajang hiburan sekaligus silaturahmi warga dari berbagai daerah sekitar.
Menariknya, seluruh kegiatan Petik Laut tahun ini dibiayai secara swadaya oleh masyarakat, tanpa sokongan anggaran dari pemerintah kabupaten. Total anggaran mencapai Rp320 juta, di mana sekitar 40-50 persen berasal dari partisipasi perangkat desa dan para nelayan.
“Sumbangan dari kapal besar saja rata-rata mencapai Rp2 juta per kapal. Untuk kapal kecil ada yang 300 sampai 500 ribu,” ungkapnya.
Faisol menambahkan, pemerintah desa turut memberikan sedikit anggaran, sementara pihak kabupaten belum terlihat memberikan dukungan finansial, meski beberapa pejabat dan tamu undangan dijadwalkan hadir sebagai bentuk apresiasi.
Melalui acara ini, pihaknya berharap, adanya dukungan lebih nyata dari pemerintah daerah, baik dalam bentuk pendanaan maupun pendampingan budaya. Tradisi Petik Laut dianggap sebagai bentuk pelestarian kearifan lokal dan identitas masyarakat pesisir yang patut dijaga.
“Pemerintah harus hadir, bukan hanya saat seremonial, tapi juga dalam mendukung pelestarian budaya yang menjadi bagian dari jati diri masyarakat pesisir,” tegasnya.
Faisol berharap tradisi ini terus berlanjut setiap tahun, menjadi simbol rasa syukur, kebersamaan, dan bentuk cinta masyarakat terhadap laut sebagai sumber kehidupan. (Mukrim)