salsabilafm.com – Radio di Jawa Timur menghadapi tantangan besar di tengah perubahan pola konsumsi media. Namun, bagi Komisioner KPID Jawa Timur Aan Haryono, tantangan itu justru bisa menjadi pintu masuk menuju peluang baru, selama radio berani bertransformasi mengikuti arus digital.
Di tengah derasnya arus digitalisasi media, radio tetap berdiri sebagai medium penyiaran yang berakar kuat pada kehidupan masyarakat. Namun, tantangan yang dihadapi tidaklah kecil. Pergeseran pola konsumsi informasi dan hiburan ke platform digital menuntut radio beradaptasi agar tetap relevan.
“Radio bukan lagi sekadar mendengarkan siaran melalui perangkat konvensional. Kini, pendengar menuntut akses yang fleksibel, bisa melalui gawai, media sosial, hingga platform podcast. Tantangannya adalah bagaimana radio mampu menghadirkan konten yang dekat dengan publik dan tidak terjebak pada pola lama,” ujar Aan Haryono, Komisioner KPID Jawa Timur, Rabu (10/9/2025).
Menurut Aan, kekuatan utama radio ada pada kedekatan emosional dengan pendengar. Di banyak daerah, radio masih menjadi ruang interaksi yang hangat, menghadirkan informasi lokal yang jarang mendapat tempat di media arus utama.
“Justru di era serba digital, konten lokal inilah yang bisa menjadi keunggulan kompetitif radio. Pendengar ingin mendengar cerita, musik, dan informasi yang dekat dengan kehidupannya,” tambahnya.
Namun, Aan mengingatkan bahwa radio tidak bisa hanya bertahan pada romantisme masa lalu. Model bisnis harus bergeser, dari mengandalkan iklan tradisional ke bentuk kolaborasi yang lebih luas dengan dunia digital. Radio, kata Aan, perlu menjalin sinergi dengan media daring, menghadirkan siaran lintas platform, bahkan mengembangkan kanal visual.
KPID Jawa Timur mencatat, sejumlah radio lokal mulai mengadopsi pendekatan tersebut. Ada yang menyiarkan ulang program mereka dalam bentuk podcast, ada pula yang merambah ke platform video pendek. “Ini peluang besar. Dengan cara itu, radio tidak lagi dipandang sebagai media lama, tetapi justru menjadi bagian dari ekosistem digital yang tumbuh,” ujar Aan.
Ke depan, ia menilai peran radio akan semakin penting dalam menjaga keseimbangan arus informasi. Di tengah banjir disinformasi di media sosial, radio yang berbasis pada jurnalisme lokal bisa tampil sebagai penjernih. “Kalau radio mampu membangun kepercayaan, menghadirkan informasi yang akurat sekaligus humanis, ia akan selalu punya tempat di hati masyarakat,” katanya.
Transformasi itu, tambah Aan, menuntut keberanian pelaku radio untuk keluar dari zona nyaman. “Tantangan ini bukan akhir, melainkan pintu menuju peluang baru. Radio bisa menjadi media yang lebih dekat, lebih personal, dan lebih relevan dari sebelumnya,” kata Aan. (*)