salsabilafm.com – Forum Perjuangan Honorer Persatuan Guru Republik Indonesia (FPH-PGRI) Sampang melakukan audiensi ke Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Tujuannya, untuk mengetahui status R2 dan R3 guru honorer.
Aksi damai tersebut mempertanyakan penyelesaian guru honorer yang sudah ikut tes kompetensi tahap satu dan sudah mendapat status R2 dan R3.
“Kami memang memilih jalur diplomasi dan tidak turun ke jalan,” jelas Ketua FPH-PGRI Sampang, Syaifur Rohman, Senin (20/1/2025) kemarin.
Menurutnya, status R2 dan R3 tersebut merupakan kode yang digunakan dalam seleksi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK).
Dia mengaku setelah melakukan audiensi karena terdapat kejelasan dari pemerintah daerah bahwa R2 dan R3 akan menjadi aparatur sipil negara (ASN) PPPK.
“Kami senang dengan hasil audiensi tadi. Status teman-teman R2 dan R3 jelas. Meskipun ASN Paruh waktu sesuai regulasi dari pusat dan berdasarkan anggaran yang ada di daerah. ASN PPPK paruh waktu menjadi jalan pintu masuk ke ASN PPPK,” ucapnya.
Menurut Syaifur, pihaknya sebenarnya ingin penuh waktu. Namun setelah melihat kondisi keuangan daerah, akhirnya sepakat menerima ASN PPPK paruh waktu yang dirasa sebagai pembuka menuju ASN PPPK penuh waktu.
“ASN PPPK paruh waktu itu sudah ada regulasi khusus dari Kemenpan-RB, bahwa ASN PPPK paruh waktu jam kerjanya sudah diatur. Kemudian gajinya sudah di atur dalam Kemendagri no 16,” terangnya.
Dijelaskan, saat ini yang sudah tercatat di pangkalan database Badan Kepegawaian Negara (BKN) ada sekitar 7 ribu. Namun yang sudah ikut seleksi ada 2.613 ribu guru honorer.
“Akan dijanjikan karena sudah ada di BPAnya BPPKAD, maka dengan otomatis harus diselesaikan. Kita selanjutnya menunggu mapping dari masing-masing instansi. Baik guru maupun tenaga teknisi,” imbuhnya.
Sementara itu, Ketua Komisi IV DPRD Sampang, Mahfudz mengatakan, peserta audiensi tidak hanya dari tenaga honorer, melainkan juga tenaga honorer lain dari satuan kerja perangkat daerah (SKPD).
“Insyaallah akan diakomodir semuanya dan dinas sudah membuka itu dan sudah ada jalan keluarnya,” terangnya.
Mahfudz menginginkan proses seleksi itu harus ketat. Alasannya, agar tenaga di pemerintah nantinya akan diampu oleh orang-orang yang berkompeten sehingga tidak hanya jadi beban.
“Ini kan kesalahan teknis saja dari awal. Pertama magang, akhirnya masuk, itu akhirnya gak jelas. Jadi ketat itu biar tidak ada kasus naruh nama saja,” tegasnya.
Menurutnya, di beberapa daerah banyak memasukkan orang-orang terdekat sehingga pemerintah pusat kecolongan. Namun karena hal ini sudah ada payung hukumnya, proses awal seperti tidak ada artinya lagi.
“Tentu ini berat sekali ketika melihat APBD di Sampang terbatas. Saya harap ke depan teman-teman harus lebih serius mengupgrade diri baik sisi kinerja dan sumber daya manusianya,” tandasnya. (Mukrim)