salsabilafm.com– Perjuangan relawan Rumah Sakit Terapung Ksatria Airlangga (RSTKA) di Pulau Mandangin Sampang meninggalkan seribu cerita. Sumpah setia menempatkan kepentingan kesehatan masyarakat di atas kepentingan pribadi diuji keteguhannya.
Deburan ombak puncak musim penghujan di bulan Februari, anomali cuaca dan aroma khas bau lautan terhirup saat menarik nafas dalam, seolah mengisyaratkan akan banyak tantangan saat melaksanakan misi kemanusiaan di pulau Mandangin.
Perjalanan ke Pulau Kambing dimulai pada Senin (17/2/2025). Kisah relawan Rumah Sakit Terapung Ksatria Airlangga (RSTKA) ini, berdasarkan sudut pandang Erfandi Pratama, M.Kes, seorang volunteer yang ikut dalam ekspedisi kesehatan di Pulau Mandangin Sampang.
Erfandi Pratama menceritakan, hari ke-4 pelayanan kesehatan spesialistik selepas magrib, Kamis malam, (20/2/2025), relawan RSTKA menghadapi tantangan yang tidak biasa. Badai petir, hujan angin, dan problematika kelistrikan yaitu mati lampu tiba-tiba terjadi.
Hal itu, kata Erfandi, sangat menguji ketulusan dalam berkontribusi dan mengabdi bagi masyarakat kepulauan. “Kenapa mampu bertahan? Hanya ada satu alasan, yaitu karena cinta. Sudah seharusnya membantu pasien dan mempertahankan populasi agar tetap sehat menjadi tanggung jawab seluruh tenaga kesehatan,” tuturnya.
Erfandi teringat pesan Direktur RSTKA, dr. Agus Harianto Sp.B, “apapun yang terjadi di lokasi, sekalipun kalian dalam keadaan sulit, ingatlah masyarakat kepulauan, mereka menanggung dan merasakan seumur hidup mereka, sedangkan teman-teman sekalian hanya dalam hitungan minggu bahkan hari”.
Nasihat ini lah, kata Erfandi, yang secara tidak langsung mengingatkan relawan RSTKA untuk jauh dari kata mengeluh, dan mengingat niat awal RSTKA datang ke Pulau Mandangin, yaitu membawa misi masyarakat yang sehat dan sejahtera.
Pengalaman luar biasa bagi para relawan ketika menghadapi situasi sulit yang tidak semua orang mampu melakukannya. Melihat antusias pasien rasanya memicu untuk memberikan yang terbaik, senyuman tulus dan ucapan terimakasih dari pasien membuat lega dan bangga.
Pelayanan kesehatan bagi masyarakat Pulau Mandangin berlangsung dari jam 08.00 WIB hingga jam 20.00 WIB, tergambar melalui ekspresi dan untaian keluhannya bahwa mereka sangat membutuhkan pelayanan kesehatan seolah menjumpai poli spesialistik layaknya berlian yang sulit dijumpa.
“Cerita ini akan menjadi pengalaman yang tentu akan teringat sepanjang masa, bahwa saya pernah mengabdi bersama sekumpulan orang setengah gila yang memiliki hasrat menolong masyarakat kepulauan dengan kapal pinishinya bermodalkan cinta dan rendah hati. Sesungguhnya Tuhan selalu menyaksikan niat baikmu, semoga kita semua selalu berada dalam lindungannya, Aamiin,” kenangnya. (Romi)