salsabilafm.com – Pemdes Aeng Sareh, kecamatan/kabupaten Sampang membantah adanya dugaan penahanan dan pungli sertifikat Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Mereka menegaskan bahwa proses penerbitan sertifikat dilakukan sesuai dengan aturan yang berlaku.
Abdus Somad, Ketua Pengumpulan Data Yuridis (Puldadis) Desa Aeng Sareh mengatakan, program PTSL telah dilakukan di Desa Aeng Sareh dan antusiasme masyarakat sangat tinggi. Proses penerbitan sertifikat dilakukan secara bertahap dan tidak langsung jadi seluruhnya.
“Program PTSL di desa awalnya tidak memiliki kuota, kemudian dibatasi menjadi 1000 kuota. Awalnya, minat masyarakat untuk mendaftar program ini masih rendah, dengan hanya sekitar 550 orang yang mendaftar,” jelasnya.
Namun, setelah proses pengukuran dan pendaftaran dimulai, minat masyarakat meningkat drastis, sehingga jumlah pendaftar melebihi kuota yang telah ditetapkan. Pihak desa menghadapi dilema, apakah menolak masyarakat yang ingin mendaftar atau menerima semua pendaftar meskipun melebihi kuota.
Akhirnya, pihak desa memutuskan untuk menerima semua pendaftar dan berkomunikasi dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk mencari solusi. BPN menjawab bahwa mereka akan berusaha untuk mengakomodasi semua pendaftar, meskipun mungkin harus mengambil kuota dari desa lain yang terlambat atau tidak bisa melaksanakan program tersebut.
“Dengan demikian, proses penerbitan sertifikat PTSL bergantung pada keputusan BPN. Pihak desa telah berusaha untuk memfasilitasi masyarakat dalam memperoleh sertifikat tanah mereka. Keluar enggaknya sertifikat itu tergantung kuota,” katanya.
Dijelaskannya, setelah sertifikat PTSL jadi, pihak pertanahan akan menyampaikan sertifikat yang sudah jadi ke pihak desa, kemudian desa akan membagikan sertifikat tersebut kepada masyarakat yang bersangkutan. “Proses penyerahan sertifikat ini didampingi oleh pihak pertanahan,” tutur Abdus.
Pihak pertanahan juga memiliki aturan bahwa ketika penyampaian sertifikat, harus menggunakan surat kuasa jika penerima sertifikat bukan pemilik asli. Contohnya, jika sertifikat atas nama istri, maka suami harus memiliki surat kuasa untuk mengambil sertifikat tersebut.
“Kami tidak ada unsur politik dalam proses ini. Jadi apa yg dituduhkan itu tidak benar,” tegasnya.
Pihaknya memastikan, tidak ada penahanan sertifikat. Pun, proses penyerahan sertifikat berjalan sesuai dengan prosedur yang berlaku. “Jika ada permohonan yang belum diproses, itu karena prosesnya masih berlangsung dan belum selesai,” paparnya.
Terkait dugaan pungli, Abd Somad menjelaskan, biaya sebesar Rp300.000 memang disepakati dalam forum yang dihadiri oleh tokoh masyarakat, BPD, dan tokoh agama. Biaya tersebut digunakan saat proses pengukuran, drone dan lainnya. Apabila ada kelebihan maka akan diserahkan kembali kepada masyarakat.
“Pungutan Rp300 ribu itu sesuai kesepakatan dalam forum yang dihadiri tokoh masyarakat, BPD, dan tokoh agama. Forum menyetujui bahwa Rp150 ribu untuk biaya resmi dan sisa Rp150 ribu untuk biaya lain-lain di luar program desa. Semua sudah disepakati dan sesuai aturan,” terangnya.
Abdus memastikan bahwa Pemdes Aeng Sareh tidak pernah menahan sertifikat, dan proses penerbitan sertifikat dilakukan sesuai aturan yang berlaku. “Jika belum terima sertifikat, itu karena prosesnya belum selesai,” pungkasnya. (Mukrim)