salsabilafm.com – Tradisi membuat dan membagikan bubur khas bernama Tajin Sappar masih lestari di kalangan masyarakat Kabupaten Sampang, Madura, khusus saat memasuki bulan Safar. Tradisi ini menjadi bentuk pelestarian budaya sekaligus sarana mempererat tali silaturahmi antar sesama warga.
Tajin Sappār hanya dibuat setahun sekali saat memasuki bulan kedua dalam kalender Hijriah (Safar). Bubur ini dibuat dengan bahan utama berupa tepung beras dan santan. Bubur ini dikenal memiliki isi menyerupai bola-bola kecil seperti kelereng, yang melambangkan persaudaraan dan kerukunan tanpa batas.
Salah satu pembuat Tajin Sappar, Ruqoyyah (45), warga Desa Tanggumong, Kecamatan Sampang, menjelaskan, pembuatan bubur ini memerlukan waktu hingga dua jam. Selain tepung beras dan santan, bahan lainnya meliputi tepung ketan, tepung kanji, gula pasir, daun pandan, kapur sirih, dan sejumlah bumbu pelengkap.
“Selain bola-bola dari tepung kanji, biasanya juga ada bubur sumsum, bubur mutiara, dan kuah santan. Mau dicampur semua atau dipisah juga bisa,” jelasnya, Minggu (3/8/2025).
Ciri khas penyajian Tajin Sappār adalah menggunakan piring beralaskan daun pisang, yang memberi aroma khas saat disajikan panas. Hal ini menjadi daya tarik tersendiri bagi para penikmatnya.
“Harumnya bukan hanya dari santan, tapi juga dari daun pisangnya,” ucapnya.
Sementara itu, Zubaidah, warga lain yang rutin menerima dan membuat Tajin Sappar, mengatakan tradisi ini menjadi momen penting untuk berbagi dan menjalin kedekatan dengan sesama.
“Setiap tahun pasti dapat kiriman dari tetangga. Kadang saya juga bikin sendiri dan dibagikan lagi. Inilah cara kami menjaga silaturahmi,” ujarnya.
Makna dan Filosofi Tajin Sappar
Kepala Bidang Kebudayaan Disporabudpar Kabupaten Sampang, Abd Basith menyatakan, Tajin Sappar memiliki makna yang dalam dan filosofis. Warna putih pada bubur melambangkan kemurnian dan ketulusan hati, sementara warna merah dari gula di atasnya menggambarkan keberanian dan keharmonisan.
“Bola-bola di dalamnya adalah simbol persaudaraan dan saling menolong tanpa batas, karena itulah ditempatkan di bawah dan dicelupkan dalam bubur putih,” jelas Basith.
Ia menambahkan, selain Tajin Sappar, warga Sampang juga memiliki tradisi membuat Tajin Sorah, keduanya memiliki nilai budaya tinggi dan menjadi simbol solidaritas serta ungkapan syukur masyarakat Madura.
“Melalui tradisi ini, masyarakat tidak hanya berbagi makanan, tapi juga menjaga identitas budaya dan memperkuat ikatan sosial di tengah masyarakat,” pungkasnya. (Mukrim)