salsabilafm.com – Proses Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Kabupaten Sampang 2024 memasuki babak baru setelah Mahkamah Konstitusi (MK) merilis Buku Registrasi Perkara Konstitusi (BRPK), Jumat 3 Januari 2025 lalu.
Dalam BRPK tersebut, tercatat adanya gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) yang diajukan oleh Paslon 01, Muhammad bin Muafi-Abdullah Hidayat (Mandat) yang kalah di Pilkada Sampang 2024. Sementara hasil perolehan suara dimenangkan oleh Paslon 02, Slamet Junaidi-Muhammad Mahfud. (Jimad Sakteh)
Kuasa Hukum Jimad Sakteh, Mohammad Sholeh mengatakan, persiapan dan antisipasi adanya gugatan di MK sudah dilakukan sejak 27 November lalu. Semua pelanggaran sudah di telaah dan dianalisa mana nantinya yang akan dijadikan dalil oleh pihak pemohon.
“Seluruh persiapan sudah matang. Baik bukti, keterangan saksi, maupun dokumen pendukung telah tersedia. Kami berharap permohonan ini dapat selesai pada tahap pendahuluan karena tidak memenuhi ambang batas minimum yang dipersyaratkan undang-undang,” terangnya, Selasa (7/1/2025).
Menurut Sholeh, gugatan Paslon Mandat ke MK dinilai tak mendasar dan seperti melaporkan perbuatannya sendiri. Dia menilai, Paslon 01 tidak siap kalah sehingga tetap menggugat ke MK meski tidak memenuhi syarat.
“Paslon 01 tidak siap kalah, meskipun selisih 43.877, tetap memaksa menggugat di MK. Narasi gugatan terjadinya pelanggaran TSM tidak berdasar fakta, tapi hanya asumsi-asumsi belaka,” ujarnya.
Sholeh mengungkapkan, Paslon 01 tidak memerhatikan Perbawaslu 09 tahun 2020 tentang tata cara penanganan pelanggaran pemilu yang bersifat Terstruktur, Sistematis dan Masif (TSM). Yaitu, pada pasal 1 angka 8 dijelaskan, TSM adalah pelanggaran administrasi terkait larangan memberikan menjanjikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi penyelenggara pemilihan atau pemilih yang dilakukan oleh satu Paslon.
Pihaknya menilai permintaan pencoblosan ulang di 208 TPS tidak sesuai dengan putusan Bawaslu Sampang yang hanya merekomendasi pencoblosan ulang di 2 TPS (TPS 03 Desa Pangongsean, Kecamatan Kedungdung dan TPS 01 Desa Kedungdung Kecamatan Kedungdung).
“Tuduhan orang mati mencoblos tidak benar, faktanya orangnya masih hidup. Data sementara ditemukan 35 orang masih hidup yang dibuktikan dengan video, pernyataan dan KTP. Bukan hanya itu, tuduhan orang di luar pulau bisa mencoblos itu juga tidak benar, faktanya, memang saat pilkada pemilih tersebut ada di Sampang,” ungkapnya.
Dia menjabarkan, secara logika pihaknya juga menyangkal tuduhan Paslon 01 yang menyebut adanya pemilih di bawah umur, dan dugaan ketidak netralanan Pj Kepala Desa yang diduga memihak Paslon 02.
“Tuduhan anak kecil mencoblos tidak sesuai fakta, logikanya Paslon 01 punya saksi, jika tahu ada anak kecil mencoblos tentu saksi Paslon 01 protes saat itu tidak harus ke MK,” jabarnya.
“Kami akan mempidanakan Pj kepala desa yang mengeluarkan surat kematian, karena itu menjadi kewenangan dispendukcapil bukan PJ kepala desa. Apalagi terdapat fakta orang masih hidup oleh Pj kepala desa dibuatkan surat kematian,” sambungnya.
Dia juga menyangkal tuduhan bahwa paslon 02 bisa menggerakkan aparatur pemerintahan. Faktanya, bahwa Penjabat Bupati Sampang lahir dari usulan partai pengusung pemohon. Yaitu, rekomendasi PPP, GOLKAR dan PDIP.
“Sehingga dari awal Paslon 01 sebenarnya yang dapat mengendalikan birokrasi adalah Pj Bupati Sampang yang sudah terafiliasi dengan pemohon, diperkuat dengan adanya kedekatan pemohon dengan Pj bupati, dibeberapa kegiatan terlihat selalu bersama,” terangnya.
Pihaknya juga menyangkal tuduhan bahwa Paslon 02 bisa menggerakkan aparatur pemerintahan. Hal itu, kata Sholeh, sangat tidak berdasar, lantaran faktanya banyak bukti jika Paslon 01 banyak bukti bersama.
Menurutnya, berdasar argumentasi di atas pihaknya yakin mahkamah konstitusi akan menolak permohonan paslon 01 dalam putusan sela, dikarenakan selisih suara lebih dari 0,5% dan argumentasi dalam permohonan kabur dan mengada ada.
“Oleh karenanya kami menghimbau kepada warga Sampang untuk tetap tenang tidak perlu panik dengan adanya sengketa pilkada di MK. Karena kesempatan itu diberikan untuk yang kalah menggugat hasil Pilkada di MK, jadi itu perkara biasa,” pungkasnya. (Mukrim)