Demokrasi dan Kearifan Lokal

Spread the love

Penulis: Idris Amir, S. HI,. M. HI.

salsabilafm.com – Indonesia berdiri dan berdaulat merdeka telah berusia 79 tahun. Sistem hukum yang dibangun sang Proklamator negeri ini adalah Pancasila dan undang undang Dasar 1945. Perjalanan demokrasi yang dibangun Pendiri bangsa terdapat empat fase. Pertama, fase kepemimpinan Bung Karno, disebut penguasa orde lama. Dilanjutkan oleh Presiden Soeharto disebut penguasa orde baru, memimpin Indonesia 32 tahun. Ketiga, fase reformasi. Pada fase ini telah terjadi pergantian kepala negara yaitu presiden KH. Abdurrahman Wahid (Gusdur), hampir dua tahun. Kemudian Megawati tiga tahun. Dilanjutkan Susilo Bambang Yudhoyono, dua periode (10 tahun), kemudian Ir. Joko Widodo dua periode (10 tahun), dan ddilanjutkan Presiden terpilih Prabowo Subianto (Oktober 2024 pelantikan).

Pasca terjadinya reformasi tahun 1998, Indonesia mengalami transisi demokrasi luar biasa, sehingga merubah sistem kepemimpinan yang telah dibangun oleh orde baru dengan dikenal otoritarinisme selama 32 tahun lamanya. Orde baru ini sebagai transisi dari orde lama dengan kepala negara Bung Karno dengan adanya amanat reformasi dari tingkat nasional sampai regional dan kemudian diberikan seluas-luasnya kepada rakyat untuk ikut berpartisipasi aktif dalam menyampaikan aspirasi politiknya.
Dengan ini dapat diketahui dengan dibentuknya pendirian partai politik yang relatif banyak. Ada yang berideologi religius, ada juga yang nasionalis religius. Demokrasi pasca reformasi memberikan ruang seluas-luasnya kepada rakyat dan kepada tokoh untuk menjadi pemimpin, baik skala Nasional maupun Regional.
Dan semenjak adanya reformasi keberadaan politik diberikan ruang terbuka. Berawal dari inilah muncul kebangkitan kaum sarungan dan tokoh Nahdliyyin diwakili oleh KH. Abdurrahman Wahid atau biasa dipanggil Gusdur.
Gusdur adalah tokoh pertama NU yang menjadi presiden sepanjang sejarah. Sampai saat ini belum ada yang mewarisi politik Gusdur yang mencapai puncak menjadi presiden. Ini membuktikan begitu luasnya pemikiran dan politik Gusdur, sehingga dari apa yang telah diajarkan dan dilaksanakan Gusdur menjadi wujud nyata untuk dijadikan contoh berpolitik praktis yang membawa kemaslahatan bangsa dan bernegara. Namun demikian, di tengah perjalanan kepemimpinan Gusdur tidak berlangsung lama, dan di tengah jalan diberhentikan usai rapat paripurna DPR RI/MPR RI waktu itu. Kemudian MPR RI mengangkat Megawati sebagai kepala negara. Megawati sebagai perempuan pertama yang menjadi representasi dari Rajen Ajeng Kartini.
Dari kedua tokoh ini, kemudian banyak memberikan pembelajaran politik di skala lokal dan regional muncul dari kaum santri dan kaum nasionalis untuk menjadi pemimpin lokal dalam hal ini baik Calon Bupati, Wali Kota dan Gubernur. Tak sedikit pengusaha, kiai, kepala desa yang maju untuk memperebutkan kursi kepala Daerah masing-masing dengan diusung partai politik yang ada. Dengan adanya sistem tersebut ini memberikan makna kepada rakyat untuk menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi dan kebangsaan.
Apa yang telah diajarkan para pendiri bangsa dan para elit politik bangsa dengan mengutip kata Gusdur ‘tidak ada politik yang harus mengorbankan rakyat dan pertumpahan’. Karena politik itu sendiri sejatinya adalah mensejahterakan rakyat dan bangsa. Tentunya memilih pemimpin sesuai hati nuraninya berdasarkan kearifan lokal yang ada.
Semoga yang akan berkontestasi di tahun politik ini memberikan pembelajaran politik yang produktif dengan mengedepankan nilai nilai ketimuran dan Akhlakul Karimah.
Wallahu a’lam bissowab.

*Penulis adalah Kader NU Desa Pakalongan, Kecamatan Sampang.


Spread the love

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Latest Articles